Posted by PT. Equityworld Futures on Kamis, 01 Desember 2016
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana korupsi selama ini belum sepenuhnya memberikan efek jera bagi para koruptor. “Dari fakta-fakta ini, membuat saya sering bertanya-tanya mengapa walaupun jumlah koruptor yang dipenjara sudah banyak dan yang ditangkap tangan juga sudah banyak, namun praktik korupsi dan perilaku korupsi masih terus terjadi dan terus berlanjut,” kata Presiden Jokowi saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2016 di Balai Kartini Jakarta, Kamis (1/12) kemarin.
Di hadapan peserta konferensi nasional itu, Presiden Jokowi meminta agar kondisi yang saat ini tidak mem-buat pesimistis dan patah semangat. “Kita harus bekerja lebih keras lagi, lebih komprehensif dan lebih terintegrasi dan jangkauan pemberantasan korupsi harus mulai dari hulu sampai hilir, dari pencegahan sampai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas,” katanya.
Menurut dia, pemberantasan korupsi juga harus melibatkan semua pihak mulai dari eksekutif, legislatif maupun lembaga peradilan, penegak hukum, sektor swasta sampai ke masyarakat. Sejumlah pemateri yang direncana-kan mengisi acara tersebut antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Jaksa Agung M Prasetyo serta sejumlah pimpinan KPK.
Presiden menyatakan setuju dengan pendapat Pimpinan Komisi Pem-berantasan Korupsi (KPK) bahwa yang sangat diperlukan saat ini adalah penegak hukum yang berintegritas. Ia juga menyebutkan masalah yang berkaitan dengan inefisiensi birokrasi juga perlu segera diperbaiki dan dibenahi.
Dalam kesempatan itu Kepala Negara menyebutkan ada tiga problem besar yang dihadapi Indonesia saat ini. Pertama berkaitan dengan korupsi, kedua tentang inefisiensi birokrasi dan ketiga berkaitan dengan ketertinggalan infrastruktur. “Tiga hal besar ini yang harus kita atasi bersama-sama,” kata Presiden Jokowi.
Menurut dia, jika indeks persepsi korupsi dan indeks daya saing dapat diperbaiki maka peringkat kemudahan untuk memulai berusaha di Indonesia juga akan meningkat. “Kalau ini bisa dikerjakan, yang berkaitan dengan tadi indeks persepsi korupsi, yang berkaitan dengan indeks daya saing, yang berkaitan dengan ease of doing business saya kira kita akan menempati ranking yang baik,” kata Presiden.
Tangkal Korupsi, Jokowi Dorong Penegak Hukum Bersinergi | Equityworld Futures
Presiden RI, Joko Widodo menegaskan jika sinergi antara lembaga penegak hukum amat dibutuhkan untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia. "Kepolisian dan Kejaksaan harus memperkuat sinergi dengan KPK agar pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif tidak berjalan sendiri-sendiri," tegasnya dalam Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016.
"Kita perlu membudayakan sikap jujur, berintegritas, serta tidak permisif terhadap pungli, suap, maupun tindak pidana korupsi lainnya," tambahnya. Presiden juga meminta seluruh kementerian/lembaga untuk memberikan prioritas pada upaya reformasi sektor perizinan dan sektor pelayanan publik yang berkaitan langsung dengan rakyat, terutama karena sektor ini merupakan area rawan korupsi.
"Saya juga minta dilakukan pembenahan besar-besaran dalam tata kelola perpajakan dan penerimaan negara, terutama dalam pengelolaan sektor pangan dan sumber daya alam. Selain itu, prioritas juga diberikan pada peningkatan transparansi penyaluran dana hibah, bansos, dan pengadaan barang/jasa," tandasnya.
Untuk itu presiden menegaskan jika ia mendukung penuh penguatan KPK, baik dari sisi kelembagaan maupun kemandirian. Selain itu, presiden juga memerintahkan reformasi internal dilakukan di institusi Kejaksaan dan Kepolisian agar menghasilkan penegak hukum yang profesional.
Presiden juga meminta transparansi penanganan perkara kasus tindak pidana korupsi ditingkatkan sehingga masyarakat bisa mengetahui berapa banyak kasus korupsi yang ditangani Kepolisian, berapa yang sudah dilanjutkan ke Kejaksaan, berapa yang sudah bisa dibawa ke pengadilan dan berapa yang sudah diputuskan. Selain langkah pencegahan dan penegakan hukum, presiden pun merasa perlunya memperkuat budaya anti korupsi, baik di kalangan penyelenggara negara maupun dalam masyarakat.
Reformasi Perizinan Jadi Prioritas | Equityworld Futures
Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya reformasi sektor perizinan dan pelayanan publik pada seluruh lembaga dan kementerian. Menurut Jokowi, dua hal ini layak menjadi prioritas mengingat sektor-sektor ini berkaitan langsung dengan rakyat dan sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi. Hal tersebut disampaikan Jokowi ketika membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 1 Desember 2016.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Presiden, hingga saat ini pejabat yang ditangkap karena korupsi sudah sangat banyak. Jumlah itu terdiri dari 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, empat duta besar, tujuh komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I sampai eselon III, serta 14 hakim.
"Kalau kita lihat memang dari indeks daya saing kita, problem besar kita sebenarnya ada tiga. Yang pertama yang berkaitan dengan korupsi. Yang kedua yang berkaitan dengan inefisiensi birokrasi kita. Dan yang ketiga berkaitan dengan ketertinggalan infrastruktur kita. Tiga hal besar ini memang yang harus kita atasi bersama-sama," ucapnya.
Jokowi menuturkan, prioritas juga hendaknya diberikan pada peningkatan transparansi penyaluran dana hibah, bantuan sosial serta pengadaan barang dan jasa. Dia juga sudah mengamanatkan penyaluran bantuan sosial dan dana hibah melalui sistem perbankan agar meminimalisir praktik korupsi.
"Kami juga melakukan berbagai cara seperti pemberantasan pungutan liar oleh Tim Sapu Bersih Pungutan Liar, melanjutkan langkah-langkah deregulasi yang saat ini sudah sampai pada paket kebijakan ke-14 juga terus mendorong perbaikan mekanisme serta penyederhanaan prosedur birokrasi termasuk penyederhanaan rezim SPJ," kata Jokowi.
Jokowi tak menampik, pemanfaatan sistem informasi mampu mengurangi potensi-potensi tindak pidana korupsi. Namun, hal tersebut bukan satu-satunya solusi. Perlu pengawasan yang efektif dan mengundang partisipasi publik melalui penerapan keterbukaan informasi.
"Saya mendukung penuh penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi, baik dari sisi kelembagaan maupun kemandirian. Saya juga sudah perintahkan untuk melakukan reformasi internal di institusi kejaksaan dan kepolisian agar menghasilkan penegak-penegak hukum yang profesional. Agar pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif dan tidak berjalan sendiri-sendiri, Kepolisian dan Kejaksaan Agung harus memperkuat sinergi dengan KPK," ujarnya.