Posted by PT. Equityworld Futures on Senin, 28 November 2016
Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Handang Soekarno membantah memeras Presiden Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Rajamohanan Nair. Hal itu disampaikan melalui kuasa hukumnya, Krisna Murti.
"Kalau memang diperas, kewajibannya itu harus lebih tinggi dari nilainya. Misalkan kewajiban dia dihitung dengan denda Rp 50 miliar ditambah sekian miliar, jadi Rp 78 miliar. Nah kalau misalnya klien saya mengatakan itu lebih dari pada Rp 78 miliar itu baru terjadi pemerasan namanya," ujar Krisna di Gedung KPK, Jakarta, Senin (28/11/2016).
KPK menetapkan Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Handang Soekarno dan Presiden Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Rajamohanan Nair sebagai tersangka kasus dugaan suap pengamanan tunggakan wajib pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Handang diduga menerima uang US$ 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar dari Rajesh dengan maksud menghapus kewajiban pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar. Atas perbuatannya, Handang sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sementara Rajesh selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Sebelumnya kuasa hukum Rajesh, Tommy Singh menyatakan kliennya diperas oleh sejumlah oknum di Ditjen Pajak. Kata dia, indikasi-indikasi pemerasan itu ada. Salah satunya, pengajuan tax amnesty oleh Rajesh diancam akan ditolak. Dari situ, lanjut pengakuan Tommy, kliennya dipaksa melakukan sesuatu kepada oknum di Ditjen Pajak, yakni memberi uang.
Namun, Krisna mengaku, kliennya justru diiming-imingi oleh Rajesh agar kewajiban pajaknya dihapus. Bahkan, Handang diminta untuk bertemu Raejsh. Handang ditawari Rajesh kompensasi 10 persen dari nilai kewajiban pajak Rp 78 miliar jika mau menghapus kewajiban pajak tersebut.
"Saya tangkap ceritanya tadi pagi, Pak Handang mengatakan dia tidak mau membantu hal ini (kewajiban pajak Rajesh), sampai diimingi-imingi untuk melakukan pertemuan. Pertemuan itu kurang lebih lima kali. Di situ ditawarkan dengan kompensasi 10 persen (dari nilai kewajiban pajak)," kata Krisna.
Pejabat Ditjen Pajak Mengaku Dijanjikan Komisi 10 Persen | PT Equityworld
Kepala Sub-Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno mengakui dia dijanjikan mendapat komisi 10 persen dari pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP). Pengakuan itu diungkapkan Handang kepada pengacaranya, Krisna Murti. “Pak Handang mengatakan lima kali pertemuan dan terjadi satu hotel besar, dia diundang makan malam,” kata pengacara Handang, Krisna Murti, di gedung KPK Jakarta, Senin.
Handang mengaku bahwa pihak yang tidak boleh mengikuti Pengampunan Pajak adalah perusahaan yang sudah ditemukan bukti permulaan adanya pelanggaran pidana atau perdata. “Setelah ditelaah dan dilihat ternyata belum sama sekali dilakukan penyelidikan oleh Pak Handang. Belum pernah dilakukan bukti permulaan tapi kenapa ditolak saat ingin TA? Kecuali sudah dilakukan bukti permulaan. Ini belum dilakukan bukti permulaan, tapi sudah tidak boleh oleh pimpinanya," jelas Krisna. Akhirnya Handang pun membantu PT EKP.
Rajesh dan Handang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB di rumah Rajesh di Springhill Residences, Kemayoran. Mereka ditangkap saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh kepada Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp 1,9 miliar.
Uang Rp 1,9 miliar itu merupakan komitmen total Rp 6 miliar. Uang itu diberikan oleh Country Director EKP Rajesh Rajamohanan Nain agar Handan mencabut Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang ekspor dan bunga tagihan pada 2014-2015 senilai Rp 78 miliar.
Dalam perkara ini sudah ada dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Country Director EKP Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap. Selain itu, Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan/pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Krisna pun membantah pernyataan pengacara Rajamohanan, Tommy Singh, yang mengklaim bahwa kliennya itu diperas Handang. “Pak Handang mengatakan dia tidak pernah meminta apa pun kepada pengusaha," ungkap Krisna. Krisna menjelaskan, bahwa memang Rajamohanan ingin EKP ikut program tax amnesty (pengampunan pajak). Namun, atasan Handang tidak menyetujui hal itu.
Pejabat Ditjen Pajak Bantah Peras Presdir EK Prima Ekspor Indonesia | PT Equityworld
Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno, membantah memeras Presiden Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nair. Melalui kuasa hukumnya Krisna Murti, Handang mengaku hanya membantu Rajesh dan Rajesh memberikan hadiah.
Berdasarkan kronologis yang diungkapkan KPK, Rajesh Rajamohanan dan Handang hanya menyepakati Rp 6 miliar untuk commitment fee. Uang tersebut tidak sampai 10 persen dari kesapakatan awal. Rajesh Rajamohanan kemudian memberikan 146.500 Dolar Amerika Serikat di kediamannya kepada Handang.
Pemberian tersebut merupakan pemberin pertama. Usai transaksi, keduanya langsung diciduk KPK dan ditetapkan sebagai tersangka. Rajesh Rajamohanan disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasa 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana koruspi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sementara Handang disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
"Versi Pak Handang, Pak Handang mengatakan dia tidak pernah meminta apapun kepada pengusaha. Apanya yang diperas," kata Krisna Murti usai besuk Handang di KPK, Jakarta, Senin (28/11/2016).
Krisna meragukan mengenai klaim yang diungkapkan kuasa hukum Rajesh Rajamohanan, Tommy Singh. Menurut Krisna Murti, jika memang kliennya memeras Rajesh, angka yang tertera di Surat Tagihan Pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia pasti lebih dari Rp 78 miliar.
"Nah kalau misalnya klien saya mengatakan itu lebih dari pada Rp 78 M, itu baru terjadi pemerasan," kata Krisna Murti. Berdasarkan penuturan Handang kepada Krisna, kesepakatan keduanya lantaran Handang gencar diiming-imingi hadih berupa 10 persen dari Rp 78 miliar. Kata Krisna, ada kekeliruan dalam surat tagihan pajak tersebut.
Walau tidak mengetahui kesalahan prosedur yang dimaksud, Krisna Murti mengatakan jika kesalahan prosedur tersebut dilakukan, maka PT EK Prima Ekspor Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk membayar Rp 78 miliar. "Saya tangkap ceritanya tadi pagi Pak Handang mengatakan dia tidak mau membantu hal ini sampai diimingi-imingi sampai beberapa kali pertemuan dan pertemuan ini kurang lebih 5 kali," kata Krisna Murti.