Polda Jawa Tengah kembali menangkap tiga pelaku perusakan dan penganiayaan di restoran Social Kitchen, Solo. Salah satu pelaku yang ditangkap merupakan pentolan atau otak aksi. AKBP Nanang Haryono menegaskan para pelaku lain diharapkan segera menyerahkan diri, karena kepolisian tidak akan berhenti menangkap para pelaku.
1. Edi Lukito
2. Joko Sutarto
3. Hendro Sudarsono
4. Suparno alias Yusuf Suparno
5. Suparwoto alias Salman Alfarizi
6. Margiyanto alias Abu Rehan
7. Yudi Wibowo alias Abu Irhab
8. Rabu Muda Adi Nugroho yang dianggap melakukan propaganda.
"Ke mana pun para pelaku perusakan dan penganiayaan, lebih baik menyerahkan diri baik-baik, karena ke mana pun kalian pergi, selama saya masih menginjakkan kaki di bumi, akan saya kejar," tegas Nanang, yang memimpin penangkapan. Untuk diketahui, peristiwa perusakan terjadi hari Minggu (18/12) dini hari lalu. Sekelompok orang mendatangi restoran tersebut dan melakukan perusakan hingga menganiaya pengunjung di sana.
Penangkapan dilakukan oleh Tim Resmob Jatanras dan Kamneg Dit Reskrimum Polda Jateng dini hari tadi. Tersangka atas nama Mujiono Laksito (46), warga Dusun Bendosari, Sukoharjo, yang ditangkap pukul 02.50 WIB.
Kemudian Sri Asmoro Eko Nugroho (39) alias Eko Wahid alias Eko Luis dan Kombang Saputra (26) alias Kumbang alias Azam ditangkap pukul 05.30 WIB pagi tadi di Ruko Regency Kartosuro, Sukoharjo.Eko merupakan Ketua Askari Hisbah, yang memiliki sekitar 300 anak buah, yang diduga memimpin pergerakan anarkis selama ini di wilayah Solo.
"Eko ini pentolannya, dia punya anak buah sekitar 300 orang," kata Dir Reskrimum Polda Jawa Tengah Kombes Hery Santoso melalui Kasubdit Jatanras AKBP Nanang Haryono kepada detikcom, Selasa (27/12/2016). Dengan ditangkapnya tiga orang tersebut, total tersangka yang diamankan di Mapolda Jawa Tengah menjadi 11 orang. Delapan orang lainnya yaitu:
Pentolan Perusak Restoran Social Kitchen Solo Diciduk | PT Equityworld
Daftar tersangka perusakan disertai penganiayaan sekelompok orang di Restoran Social Kithcen Solo bertambah menjadi sebelas orang. Personel Polda Jawa Tengah pada Selasa (27/12/2016) dini hari membekuk tiga pelaku penyisiran di restoran tersebut, sehingga total tersangka menjadi 11 orang. Satu dari ketiga pelaku yang ditangkap tim Resmob Jatanras dan Kamneg Direktorat Reskrimum Polda Jateng ini merupakan koordinatornya, Sri Asmoro Eko Nugroho (39) alias Eko Wahid alias Eko Luis.
"Kemana pun kalian akan pergi, selama saya masih menginjakkan kaki di bumi akan saya kejar. Lebih baik menyerahkan diri baik-baik kepada kami," Nanang bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Penyisiran sekelompok orang di dalam Resto Social Kitchen Solo pada Minggu (18/12/2016) dini hari menimbulkan sembilan orang terluka, lima korban di antaranya perempuan. Pascapenganiayaan personel Polda Jateng secara bertahap membekuk para pelaku di waktu dan lokasi berbeda. Mereka dijerat pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun.
Eko dibekuk bersama rekannya bernama Kombang Saputra (26) alias Kumbang alias Azam dibekuk di Ruko Regency Kartosuro Sukoharjo pukul 05.30 WIB. Kemudian seorang tersangka lagi yang ditangkap pada pukul 02.50 WIB bernama Mujiono Laksito (46), warga Dusun Bendosari Sukoharjo.
Delapan tersangka lain yang terlebih dahulu ditangkap yakni Edi Lukito, Joko Sutarto, Hendro Sudarsono, Suparno alias Yusuf Suparno, Suparwoto alias Salman Alfarizi, Margiyanto alias Abu Rehan, Yudi Wibowo alias Abu Irhab, dan Ranu Muda Adi Nugroho yang disinyalir melakukan propaganda.
"Tersangka Eko ini adalah Ketua Askari Hisbah yang memiliki sekitar 300 anak buah yang diduga memimpin pergerakan anarkis selama ini di wilayah Solo. Eko ini adalah pentolannya," kata Kasubdit Jatanras Polda Jateng, AKBP Nanang Haryono. Kepolisian berharap para pelaku lain yang terlibat segera menyerahkan diri, mengingat pelacakan serta perburuan akan terus dilakukan.
Saatnya Pesantren Jadi Duta Perdamaian | PT Equityworld
Pesantren sudah saatnya tampil menjadi duta dengan missi mempromosikan perdamaian dan menebarkan 'virus-virus' ini dalam tatanan kehidupan masyarakat dari akar bawah hingga atas. Perdamaian adalah inti dan pokok seluruh ajaran agama baik agama-agama bumi (earthly religions) dan agama-agama wahyu (revealed religions). Cita-cita tertinggi semua agama adalah terwujudnya perdamaian tanpa kekerasan.
Tetapi, pada pihak lain, ada wajah agama yang ditampilkan oleh sebagian kecil penganutnya sebagai wajah yang sangar, dan intoleran, seolah-olah mengajarkan pertikaian dan kekerasan dengan menampilkan ketidakrukunan, tensi, konflik, dan bahkan perang. Keadaan ini, semakin membuat sebagian masyarata phobia terhadap agama dan menganggap agama bukanlah bagian dari solusi tetapi bagian dari masalah.
Sulit ditolak, sebagian orang khususnya para Islampobia menuduh bahwa agama secara inheren (mengajarkan) kekerasan telah diterima begitu saja atau diamini take of granted dan nyata dengan sendirinya self evident. Meskipun ajaran agama yang dipegangi mayoritas umat beragama saat ini adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan kecintaan. Bagian terbesar umat beragama adalah orang-orang pencinta damai yang ingin mengabdikan dirinya melalui penyerahan diri sepenuhnya (submission) kepada Tuhan untuk kemaslahatan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agamanya.
Namun pada kenyataannya, semua agama tidak selalu dapat memainkan peran tersebut. Ketiga agama yang diklaim agama Nabi Ibrahim (Abrahami religions), Yahudi, Kristianitas, dan Islam sering dipandang bahkan tertuduh sebagai agama yang lebih rawan bagi kekerasan, radikalisme, konflik, dan terorisme. Terbukti dari waktu ke waktu, agama digunakan kelompok yang memiliki agenda keagamaan dan politik tertentu untuk menyebar kebencian, konflik, kekerasan, bahkan perang.
Hal ini sulit dipungkiri, karena diberbagai belahan dunia termasuk Timur Tengah masih terjadi konflik, kekerasan, terorisme, dan perang atas nama agama. Di Indonesia sendiri mengalami kondisi ini. Kasus dugaan penistaan agama mulai berkeliaran, teror bom rumah ibadah seperti gereja mulai marak. Pelecehan ulama menjadi penyakit baru masyarakat melalu media soial.
Pembunuhan karakter dari berbagai linik sangat terasa. Tensi dan konflik ini terjadi bukan hanya antaragama, melainkan intraagama -di antara mazhab (Sunni-Syiah dan Ibadiyah), aliran (Ahmadiyah dan Islam Jamaah), atau denominasi dalam agama tertentu. Kebencian sektarian, salah satu sumber kekerasan agama, bahkan sering disebut menjadi penyebab intoleransi agama secara kronis.
Perbedaan pemahaman dan amaliyah praktis, ritual yang bisa saja muncul secara alamiah dalam agama manapun, sepanjang sejarah sering sangat pahit, keras, dan kejam. Apalagi, pertikaian dan kekerasan sektarian hampir selalu bermuatan politis, baik dari segi kelompok agama pelaku kekerasan maupun dari segi negara. Hal ini, karena perbedaan yang ada di antara berbagai aliran dan paham dalam satu agama dan apalagi di antara agama berbeda cenderung dijadikan sebagai sumber pertikaian, dan takfiri yang sering tidak berujung.
Kenyataan ini terus berlanjut, seolah memperkuat dugaan bahwa wajah agama yang terkesan ambigu, sehingga menimbulkan skeptisisme sebagian orang pada agama. Pada satu pihak, ada wajah agama yang ditampilkan untuk mengajarkan perdamaian, harmoni, dan hidup berdampingan di antara umat beragama yang berbeda sebagai inti dan pokok ajaran agama itu.
PT Equityworld