Posted by PT. Equityworld Futures on Rabu, 23 November 2016
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk keras perlakuan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya. MUI mendesak Pemerintah Myanmar segera menghentikan pembantaian dan kebiadaban militer kepada etnis Muslim tersebut.
Selain itu, Maruf juga meminta Pemerintah Indonesia aktif menjalin kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk menyelesaikan persoalan ini. MUI juga meminta Pemerintah Indonesia menyiapkan lahan untuk menampung para pengungsi Rohingya.
" Meminta pada Pemerintah untuk menyiapkan lahan tempat tinggal bagi pengungsi Rohingya. Misanya di salah satu pulau yang tak berpenghuni, agar mereka dapat membangun kehidupan baru di tempat tersebut," tutur Maruf.
Etnis Rohingya kembali menjadi korban kekerasan di Myanmar. Sedikitnya, bangunan yang terletak di tiga desa di Rakhine hancur akibat serangan militer Myanmar. Banyak korban berjatuhan dalam tragedi ini.
" Apabila itu tidak segera dilakukan, maka kami meminta agar Nobel Perdamaian untuk Aung San Suu Kyi dicabut karena dia tidak pantas menyandangnya," ujar Ketua MUI, Maruf Amin, dalam keterangan tertulis yang diterima Dream, Rabu 23 November 2016.
Maruf juga menyesalkan sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tidak pro-aktif dalam menangani kasu pembantaian komunitas Muslim ini. Dia mendesak lembaga-lembaga internasional lainnya segera menempuh langkah konkrit untuk mencegah berlanjutnya kejahatan kemanusiaan itu.
" Melaporkan Pemerintah Myanmar ke Dewan Keamanan PBB dan meminta DK PBB untuk segera mengirimkan pasukan perdamaian dalam melindungi etnis Rohingya yang tidak berdosa," kata dia.
Bantuan Kemanusiaan Bagi Rohingya Ditahan Pemerintah Myanmar | Equity World
Operasi kemanusiaan di Myanmar untuk memberikan sumbangan makanan, uang, dan gizi kepada 150 ribu warga Rohingya ditahan Pemerintah Myanmar selama 40 hari.
International Organization for Migration (IOM) mendesak Pemerintah Myanmar untuk membuka akses bagi para pekerja kemanusiaan untuk mendistribusikan kebutuhan pengungsi Rohingya.
Namun di berbagai kesempatan, Suu Kyi sayangnya selalu menolak berkomentar soal masalah yang dialami suku Rohingya yang ditindas dan dikebiri hak-haknya.
Sebab selama ini pengungsi Rohingya kehidupannya menyedihkan kebutuhan dasarnya seringkali tak terpenuhi dan hidup terlunta-lunta.
Pejabat Informasi Publik Regional untuk Komisioner Tinggi untuk Pengungsi, PBB, Vivian Tan mengatakan, tujuan operasi kemanusiaan ini adalah memberikan bantuan kepada warga Rohingya sehingga mereka tak melarikan diri ke Bangladesh.
"Jika mereka tak mendapatkan bantuan di negaranya sendiri maka mereka terpaksa lari ke Bangladesh," katanya, Selasa, (22/11).
Tan juga meminta agar Pemerintah Bangladesh tetap menjaga tradisi mereka yang ramah dan mau membuka pintu masuk bagi pengungsi Rohingya yang saat ini terlunta-lunta. "Saya harap Pemerintah Bangladesh bersedia membuka pintu," ujarnya. Konflik di Rakhine yang melibatkan militer Myanmar dengan suku Rohingya merupakan ujian terberat bagi peraih nobel perdamaian Aung San Suu Kyi.
Legitimasi Nobel Su Kyi tak Relevan Lagi, Jika Kasus Rohingya Dibiarkan | Equity World
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, mempertanyakan nobel perdamaian yang diterima Aung San Su Kyi pada 1991. Sebab, Su Kyi dinilai tidak mampu membendung aksi kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.
Namun, lanjut dia, kalau kejadian seperti ini terus terjadi, semua pihak tidak bisa membiarkan setetes darah atau nyawa hilang, hanya karena toleran terhadap proses transisi di Myanmar. ''Jadi politik dalam negeri di Myanmar sendiri, abai dan tidak berani melakukan percakapan yang baik,'' ujar Fahri menjelaskan.
''Apalagi menggunakan standar HAM yang menyebabkan Aung San Su Kyi mendapat hadiah nobel. Jadi, legitimiasi dia sebagai penerima nobel tidak relevan lagi kalau gejala ini dibiarkan,'' kata Fahri, di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (22/11).
Fahri menilai, ada kecenderungan Su Kyi takut dengan kelompok militer. Ada ketegangan antara penguasa baru dengan militer karena masih dalam masa transisi. Kemenangan sipil di bawah Su kyi, menyebabkan tersingkirnya kelompok militer yang berkuasa begitu lama, sehingga politik di tingkat bawah naik ke atas.