Sebanyak 600 Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Suriah di tahun 2016 untuk bergabung dengan kelompok teroris ISIS. Kondisinya bermacam-macam, kata Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian. Sebagian berhasil masuk dan meninggal di sana, namun ada juga yang gagal dan dideportasi ke Indonesia.
Menurut Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, Polri sudah bekerja sama dengan jaringan kerja sama internasional dan juga dibantu oleh Kementerian Luar Negeri RI.
"Mudah-mudahan suatu saat dapat dilakukan penangkapan dengan perbantuan dari otoritas setempat, tetapi kami kan juga menyadari kondisi keamanan di negara-negara tersebut tengah terjadi gejolak, dapat dikatakan konflik antara pemerintah dengan pemberontak terutama dari ISIS," kata Boy kepada Antara.
"Ada sebagian yang meninggal di Suriah, ditangkap dan digagalkan keberangkatannya ketika di Singapura, Malaysia, dan Turki hingga dikembalikan atau dideportasi ke Indonesia," kata Tito pada "Silaturahmi dan Jumpa Pers Kapolri" di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/12/2016).
Polri menyoroti soal dinamika perang yang terjadi di Suriah karena terdapat dua kelompok besar yang saling berkompetisi di Suriah ada dua kelompok. Selain ISIS, ada juga Jabhat Al-Nusra yang merupakan cabang Alqaeda di Suriah. Sedangkan di Indonesia sendiri, Kapolri menyatakan ada kelompok-kelompok yang mendukung perjuangan ISIS dan Alqaeda. "Jamaah Anshar Daulah (JAD) merupakan pendukung ISIS sedangkan Jamaah Islamiyah mendukung Al-Qaeda," kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu.
Terakhir ada tiga WNI ditangkap di Suriah pada 5 Desember karena terindikasi akan bergabung berperang di Suriah. Ketiganya kemudian dideportasi melalui Bandara Istanbul Turki. Densus 88 Antiteror Mabes Polri langsung menangkap ketiganya begitu tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu 24 Desember lalu, untuk kemudian dibawa ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, guna diperiksa secara intensif.
Kasus Terorisme Meningkat
Tito mengungkapkan bahwa sepanjang 2016 Polri menangani 170 kasus terorisme atau naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 82 kasus. Peningkatan ini disebabkan oleh dinamika politik di Suriah dan Irak yang tidak stabil akibat serangan ISIS sehingga mempengaruhi peningkatan kasus terorisme di Indonesia.
Tito menyatakan pada 2015 kelompok ISIS masih mengukur strategi dengan mengekspansi ke beberapa wilayah di sejumlah negara. "Namun, pada 2016 posisi mereka terpojok karena adanya serangan dari negara-negara Barat sehingga mereka memutuskan mengontrol gerakan mereka di luar Irak dan Suriah, salah satunya di Indonesia," ucap Tito.
Terkait penindakan terorisme, Polri sedang mengintensifkan pencarian teroris asal Indonesia, Bahrun Naim. Polri masih melakukan kerja sama dengan negara-negara terkait, mempelajari jaringan komunikasi yang mereka lakukan dengan sel-selnya, dan mengintensifkan penyelidikan atas dugaaan tempat keberadaannya di Suriah dan Irak.
Kapolri: 2017, Terorisme Masih Jadi Fokus Polisi | PT Equityworld
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan pada 2017 kepolisian akan memfokuskan kinerja pada beberapa sektor. “Terorisme masih menjadi fokus kepolisian, lalu narkoba terutama bandar-bandar besar,” kata dia di Mabes Polri, Rabu, 28 Desember 2016.
Tito menambahkan dengan anggaran tersebut juga akan dibangun sistem emergency call, modernisasi sistem, pembuatan database nasional, dan pembangunan infrastruktur kepolisian seperti Polres dan Polsek di daerah-daerah.
Tito mengatakan setelah dilantik pada Juli lalu, ada 10 program prioritas termasuk masalah terorisme, reformasi internal, dan kesejahteraan anggota. Ia menilai bakal terus melaksanakan program-program prioritas tersebut. “Kuncinya ingin bangun kepercayaan publik, terpercaya jadi tujuan akhir.”
Menurut Tito, fokus kinerja tersebut bukan berarti mengesampingkan program-program prioritas lainnya. Persoalan pelayanan publik, pemberantasan korupsi, konflik pilkada, perdagangan manusia, konflik suku ras agama, hingga kejahatan konvensional juga menjadi perhatian.
Menurut Tito, khusus untuk terorisme pihaknya bakal serius. Sebab, dari catatan 2016 terjadi peningkatan mencapai 170 kasus terorisme dibanding pada 2015 sekitar 82 kasus. Namun ia mengklaim ancaman terorisme telah diatasi dengan cukup baik. Misalnya pada bom Sarinah, pelumpuhan kelompok Santoso yang tinggal 10 orang, hingga pengungkapan terorisme menjelang Natal dan tahun baru.
Menurut Tito, dengan anggaran pada 2017 sekitar Rp 84 triliun, pihaknya mampu meningkatkan kinerja. Ia menilai langkah preventif bakal digencarkan untuk mencegah tindakan-tindakan melawan hukum. Menurut dia, dengan anggaran belanja modal hingga Rp 43 triliun maka juga akan mampu meningkatkan kinerja para anggota kepolisian.
Bupati Banyuasin Segera dimejahijaukan | PT Equityworld
Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian segera diadili dalam perkara dugaan suap proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas Pendidikan dan dinas-dinas lain di Kabupaten Banyuasin.
Totok juga menjelaskan Yan tidak pernah dipanggil terkait pengembangan perkara. "Yang pasti Pak Yan tidak pernah dipanggil untuk urusan itu," tambah Totok. Yan disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b dan atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Hari ini dilakukan pelimpahan tahap 2 untuk 3 orang tersangka terkait kasus di Banyuasin yaitu untuk tersangka YAF (Yan Anton Ferdian), R (Rustami) dan K (Kirman), semua dititipkan di Rutan Palembang dan akan disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang di Pengadilan Negeri Palembang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Rustami adalah Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Bagian Umum Sekretariat Daerah kabupaten Banyuasin, sedangkan Kirman adalah swasta yang bertugas sebagai pengepul dana. Pelimpahan tahap 2 artinya berkas penyidikan sudah dinyatakan lengkap dan jaksa penuntut umum KPK punya waktu 14 hari untuk menyusun berkas dakwaan.
Yan diduga menerima hampir Rp1 miliar yang terdiri atas suap Rp531,6 juta yang diterima pada 3 September 2016 untuk biaya haji Yan dan istri; 11.200 dolar AS yang diterima pada 2 September 2016; dan uang Rp299,8 juta yang diterima pada 1 September 2016.
Yan diduga meminta anak buahnya Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Umar Usman untuk mencari uang agar Yan dan istrinya dapat berangkat haji tahun ini. Umar kemudian mencari perusahaan yang mau melakukan ijon proyek di Dinas Pendidikan.
Pelimpahan ini tetap dilakukan meski ada delapan polisi yang dipanggil KPK pada 20-22 Desember 2016 yang tidak memenuhi panggilan.
Kedelapan polisi ini adalah mantan Kapolda Sumatera Selatan Irjen Djoko Prastowo yang saat ini menjadi analis Kebijakan utama bidang Sosial Ekonomi Kapolri, mantan Dirkrimum Polda Sumsel Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga, mantan Kapolres Banyuasin AKBP Prasetyo Rahmat Purboyo, mantan Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Hari Brata, mantan Kasubdit I Ditrsekrimum Pold Sumsel AKBP Richard Pakpahan, mantan Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Imron Amir, AKP Masnoni, dan Brigadir Chandra Kalevi.
"Kami dapat informasinya cukup baru, benar ada penjadwalan pemeriksaan saksi terhadap delapan anggota Polri dan delapaan anggota polri tersebut tidak hadir dalam pemeriksaan tanggal 20-22 Desember 2016. Kami masih mempelajari lebih lanjut dan mengkoordinasikan apakah mungkin ada pemeriksaan ulang atau mekanisme yang lain," tambah Febri.
Menurut Febri, KPK membutuhkan keterangan kedelapan orang berkaitan dengan sejumlah hal yang perlu dikonfirmasi lebih lanjut. Febri tidak menjelaskan apakah KPK menduga ada aliran uang yang masuk ke para aparat penegak hukum itu.
"Kita tidak mendapatkan informasi seperti (aliran dana) itu karena sangat rinci dan masuk teknis penyidikan. Tapi ke depan kami harap ada perhatian lebih serius dari Kapolri karena kami percaya Kapolri berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. KPK dan Polri perlu duduk bersama membahas ini," tegas Febri. Pengacara Yan Anton Ferdian, Totok Prasetiyanto juga mengaku tidak mengetahui kebutuhan delapan anggota Polri tersebut dipanggil KPK.
"Pemeriksaan atau penyidikan perkara Pak Yan sudah selesai hari ini dan sudah tahap II dan kami tinggal menunggu pelimpahan perkra itu di pengadilan oleh jaksa penuntut umum. Selebihnya kami tidak mengetahui apa yang akan dilakukan penyidik," kata Totok.