Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengatakan, pihaknya menerbitkan tiga Peraturan MA (Perma) untuk memperkuat pengawasan internal. "Kami sudah mengeluarkan tiga Perma dalam rangka memperkuat pengawasan dalam lingkup MA," kata Hatta Ali dalam konferensi pers refleksi akhir tahun MA, Rabu (28/12/2016). Menurutnya, selain pengawasan, Perma yang diterbitkan juga berfungsi untuk peningkatan kinerja di lingkungan MA.
"Dalam Perma Nomor 9, kami mempersilakan masyarakat untuk sebebas-bebasnya mengadukan atau melaporkan penyelewengan baik wewenang atau perilaku aparat peradilan," kata Hatta. Dia menjelaskan, masyarakat dapat melakukan pengaduan melalui telepon, surat elektronik, atau melalui laman Sistem Pengawasan MA yang terbuka selama 24 jam. "MA menjamin identitas pelapor akan dirahasiakan," kata Hatta.
Hatta mengatakan, Perma yang diterbitkan ini cukup berhasil meningkatkan kedisiplinan di lingkungan peradilan. "Terbukti dari penjatuhan sanksi disiplin lebih berkurang dari 266 orang pada 2015 menjadi 114 orang pada 2016," kata Hatta.
Sementara itu soal sederet kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat peradilan dalam lingkup MA, Hatta menyebutkan tiga Perma yang diterbitkan ini merupakan salah satu tindakan preventif dari tindak pidana korupsi di dalam lingkup MA.
Adapun tiga perma yang dimaksud adalah Perma Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya; Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan di Bawahnya, dan Perma Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Ketua MA: Dua Juta Putusan Perkara Diunggah, Hasil Kasus 12 Tahun Terakhir | PT Equityworld
Sebanyak 2.047.750 putusan perkara dapat diakses oleh publik di laman Mahkamah Agung. Kumpulan putusan selama 12 tahun terakhir itu disimpan di www.mahkamahagung.go.id. Sebab kondisi sisa perkara pada akhir Desember 2016 yang berjumlah 2.550 jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan sisa perkara tahun 2004 yang berjumlah 20.314. "Ini menunjukan konsistensi dan kerja keras MA dalam melakukan berbagai upaya terstruktur dalam mengikis sisa perkara dari tahun ke tahun," katanya.
"Ini merupakan bagian dari transparansi informasi yang dilakukan oleh MA, ada dua juta putusan perkara yang dapat dilihat di direktori putusan MA," kata Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dalam konferensi pers refleksi akhir tahun MA, Rabu (28/12/2016). Hatta Ali mengatakan, dari dua juta putusan tersebut, sebanyak 86.394 putusan merupakan putusan MA.
"Sedangkan jumlah putusan yang berhasil dipublikasi pada 2016 berjumlah 452.398 putusan," kata Hatta. Lebih lanjut Hatta mengatakan sebanyak 90 persen perkara yang ada di MA adalah perkara tilang lalulintas.
Sementara untuk pidana khusus, perkara yang paling banyak ditangani oleh MA adalah kasus narkoba yang jumlahnya mencapai 800 perkara pada 2016, diikuti dengan perkara korupsi berjumlah 453 perkara, dan kasus perlindungan anak yang berjumlah 367 perkara. "Selebihnya adalah pencucian uang, kehutanan, dan lain sebagainya," kata Hatta. Dirinya menjelaskan, jumlah sisa perkara tahun 2016 ini merupakan yang paling rendah sepanjang sejarah MA.
KPK: Perma soal Korporasi Penting untuk Pemberantasan Korupsi | PT Equityworld
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menyatakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang tindak pidana korporasi telah diajukan ke Kemenkum HAM. Menanggapi hal ini, KPK menyebut Perma itu penting untuk pemberantasan korupsi.
"KPK berterima kasih pada MA. Perma itu penting untuk pemberantasan korupsi. Tidak hanya untuk KPK, tapi juga untuk kejaksaan dan kepolisian," ujar Febri di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2016). "Ke depan kalau sudah berjalan beriringan akan berimbas pada iklim bisnis yang sehat. Pemberantasan korupsi bukan lagi menangkap orang tapi pengembalian keuangan negara dan membentuk lingkungan bisnis yang sehat dan pengembangan ekonomi ini yang penting," tutur Febri.
Febri mengatakan Perma tersebut menjadi standar bagi penegak hukum dan hakim di pengadilan terkait penanganan indikasi pidana korporasi. Melalui Perma ini, menurut Febri, penegak hukum dapat melihat lebih detail soal siapa pihak terlibat dalam indikasi pidana tersebut.
"(Adanya Perma) Akan dapat melihat lebih jauh apakah perbuatan orang per orang atau korporasinya yang ingin menyuap, menguntungkan orang atau yang lain? Dan pertanyaan yang lebih mendasar, apakah korporasi diuntungkan dari kejahatan tersebut? Dari sana menentukan apakah orang saja yang diproses atau korporasi juga," papar Febri.
Namun, Febri menyebut KPK belum dapat menyampaikan korporasi mana yang akan dibidik dengan sahnya Perma ini. "Sejumlah perkara yang infonya cukup akan kita dalami," ujar Febri.
Di waktu depan, Febri mengatakan akan ada kewajiban korporasi untuk membentuk lingkungan pengendalian internal. Hal ini dilakukan agar ada mekanisme pencegahan korupsi di dalam sebuah perusahaan. Mekanisme ini, lanjut Febri, diharapkan akan dapat memunculkan iklim bisnis yang sehat. Menurutnya, hal ini tidak kalah penting dari pemberantasan korupsi dengan menangkap pelaku korupsi.