Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat menegaskan eksekusi terkait fatwa larangan muslim menggunakan atribut natal bukan kewenangannya.
Baharun mengatakan penyampaian fatwa MUI yang tepat adalah oleh da'i dan muballigh disampaikan dengan mauidhoh hasanah (sosialisasi yang baik) agar menguatkan kerukunan umat beragama yang ada.
Ia sependapat memang tidak boleh nemaksakan kehendak terhadap siapapun menggunakan atribut atau simbol ibadah kepada seseorang, apalagi tidak sesuai dengan keyakinannya atau karena paksaan. Namun hal itu harus diberitahu dan dijelaskan melalui dakwah bukan sweeping. MUI mengharapkan toleransi umat beragama tetap berlangsung harmonis.
Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Prof HM Baharun mengatakan tugas MUI sebagai wadah ulama adalah melaksanakan pengawalan aqidah umat, memberikan pencerahan dan menerbitkan fatwa sesuai kebutuhan umat. Adapun yang mengeksekusi fatwa di lapangan itu adalah umara (pemerintah).
Menurutnya, hal itu perwujudan kongkret kerja sama ulama-umara sesuai hadis Nabi: 'Dua grup masyarakat jika baik maka baiklah masyarakat, dan jika buruk maka buruklah masyarakat. Inilah ulama-umara.'
"Tentunya dengan kebijakan dan standar yang ada, pengawalan fatwa dapat diterapkan secara kondisional. Inilah kerja sama dan sinergitas antara ulama dan umara," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (20/12).
Ia menegaskan tentu tidak dibenarkan secara hukum melakukan eksekusi fatwa dengan sweeping dan sebagainya, "Terlebih itu dilakukan di luar kewenangan penegak hukum sah yang dalam konteks ini adalah merupakan hak polisi," ujar Guru Besar Sosiologi Agama ini.
DPRD Kota Bekasi Sesalkan Teguran Kapolri Soal Surat Edaran | PT Equityworld
DPRD Kota Bekasi menyesalkan adanya teguran dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian terhadap surat imbauan Kamtibmas bernomor B/4240/XII/2016/Restro Bks Kota tanggal 15 Desember 2016 yang dikeluarkan Polres Metro Bekasi Kota. Surat edaran tersebut mengimbau pimpinan perusahaan untuk tidak memaksa karyawan Muslim mengenakan atribut Natal dan Tahun Baru.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata, berpendapat apa yang dilakukan Kapolres Metro Bekasi Kota dengan mengeluarkan surat tersebut sudah tepat. Ia mendukung surat imbauan tersebut untuk mencegah adanya konflik sosial berbau SARA di tengah masyarakat.
"Apa yang dilakukan Kapolretro Bekasi Kota menurut saya sudah tepat. Memberikan imbauan kepada perusahaan-perusahaan di Kota Bekasi untuk menghormati hak umat beragama masing-masing karena tidak bisa dipaksakan, tidak boleh satu agama memaksakan atribut agama lainnya," ujar Ariyanto Hendrata, Senin (19/12).
"Saya berharap Komisi III DPR juga ikut berperan mengawasi membantu mengadvokasi khususnya di wilayah yang mendapat teguran ini. Karena yang saya pahami di Bekasi, niat Kapolres dalam rangka menjaga keamanan wilayah dan ini semua dalam rangka menjamin hak-hak umat beragama yang sudah dijamin oleh UUD 1945 dan Pancasila," ujar Ariyanto.
Sebelumnya, Kapolri Tito Karnavian melayangkan teguran terhadap surat imbauan Kamtibmas bernomor B/4240/XII/2016/Restro Bks Kota tanggal 15 Desember 2016. Tito beralasan, fatwa MUI bukan rujukan hukum positif, melainkan hanya bersifat koordinasi.
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Umar Surya Fana sudah menyatakan akan menarik kembali surat imbauan tersebut. "Saya laksanakan perintah pimpinan untuk menarik surat himbauan kamtibmas tersebut," kata Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Umar Surya Fana, Senin (19/12).
Menurut Ariyanto, surat edaran tersebut seharusnya mendapatkan apresiasi. Ia menilai surat ini memang betul-betul bermanfaat untuk mencegah konflik sosial antar umat beragama di tengah masyarakat. DPRD Kota Bekasi mendukung langkah yang diambil oleh Kapolres Metro Bekasi Kota.
Lanjut Ariyanto, pihaknya sangat menyayangkan teguran tersebut. Mestinya, surat edaran justru ini bisa ditiru oleh polres-polres lain sebagai bentuk kepedulian seorang Kapolres terhadap wilayah yang menjadi tanggung jawab keamanannya.
Ia menegaskan, menurut UUD 1945, setiap warga negara dijamin hak-haknya dalam beragama dan tidak boleh ada paksaan untuk mengenakan atribut keagamaan dari umat lain. Apalagi, jika sampai diberikan sanksi oleh perusahaan bagi karyawan yang tidak bersedia mengenakan.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi berpendapat, surat edaran tersebut bukan bermaksud menjadikan MUI sebagai rujukan hukum, melainkan sebagai salah satu upaya mengamankan kondusifitas wilayah dari konflik sosial umat beragama. Ia berharap teguran itu dapat dipertimbangkan kembali.
Kapolres Bekasi Kota Cabut Surat Edaran Terkait Fatwa MUI | PT Equityworld
Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Umar Surya Fana menyatakan ia telah mencabut surat edaran imbauan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) tentang atribut nonmuslim.
Pihak manajemen saat itu membenarkan bahwa sejak tanggal 2 Desember meminta karyawannya menggunakan topi, namun sudah dihentikan.
"Kemudian kita pulang jam setengah 12 siang, tiba-tiba siang MUI mengeluarkan fatwa. Nah si ormas datang ke tempat yang sama jam 4. menanyakan ini itu kita pagi sudah tanya ini itu nggak ada, makanya besok paginya saya keluarkan surat imbauan," ujar Umar.
Surat itu merujuk pada Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember 2016 tentang hukum menggunakan atribut keagamaan nonmuslim, dan Kirsus Sat Intelkam Polres Metro Bekasi Kota bernomor R09/Kirsus/XII/2016/SIK tanggal 14 Desember 2016 tentang Pengamanan Natal dan Tahun Baru 2016/2017.
Umar menegaskan tidak akan ada edaran lagi maupun revisinya setelah ia ditegur oleh Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. "Kan Kapolri sudah minta dicabut, ya dibatalin," katanya kepada Kompas.com, Senin (19/12/2916).
Umar membantah edaran tersebut dikeluarkan karena ada tekanan dari ormas keagamaan. Edaran tersebut murni tentang imbauan kamtibmas yang terbit pada 15 Desember 2016.
Sehari sebelumnya, Rabu (14/12/2016), Showroom Honda Mitra Bekasi di Jalan Raya Jati Asih didatangi oleh sejumlah tokoh dari ormas keagamaan di Bekasi terkait isu pemaksaan penggunaan topi sinterklas yang dialami karyawannya.
Rabu pagi, Umar sudah memerintahkan Kasat Intel dan jajarannya untuk memeriksa informasi yang beredar di media sosial bahwa karyawan showroom tersebut akan dipotong Rp 200 ribu per hari jika tidak mengenakan topi sinterklas.
PT Equityworld