Posted by PT. Equityworld Futures on Rabu, 07 Desember 2016
Polisi menyatakan ibadah bertajuk Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) jelang hari raya Natal di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, kemarin (6/12), belum memenuhi syarat administrasi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Rikwanto memastikan panitia KKR Natal dapat kembali melanjutkan acaranya di Gedung Sabuga setelah memenuhi syarat administrasi tersebut.
"Hasil mediasi dicapai kesepakatan akan dilanjutkan di hari mendatang dengan syarat yang sudah lengkap," ujar Rikwanto. Rikwanto pun menyatakan bahwa tidak ada kericuhan yang terjadi dalam peristiwa tersebut. Ia menegaskan, masing-masing pihak juga sepakat tidak akan melanjutkan permasalahan ini. "Dalam prosesnya tidak ada insiden, tak ada pukul-pukulan, pengerusakan, mereka sudah sepakat tidak ada permasalahan selanjutnya," ujar dia.
Lebih dari itu, Rikwanto mengimbau masyarakat tetap mengedepankan rasa saling menghormati dan sikap toleransi antarumat beragama. Ia juga meminta masyarakat tetap mengindahkan kearifan lokal yang berada di wilayah tempat tinggalnya. Pesan Polri agar semua itu dapat berjalan bersamaan dengan baik, damai, dan lancar. Kalau ada yang tidak ketemu di lapangan, kami coba mediasi. Sehingga tidak saling ngotot dan terjadi konflik," tutur Rikwanto.
Ibadah bertajuk kebaktian kebangunan rohani (KKR) yang dipimpin Pendeta Stephen Tong terpaksa ditunda lantaran mendapat penolakan dari sejumlah organisasi masyarakat berbasis keagamaan. Massa yang mengatasnamakan diri sebagai PAS meminta ibadah KKR Natal di Gedung Sabuga dibatalkan. Menurut Ketua PAS Muhammad Roin, KKR seharusnya diadakan di rumah ibadah.
Namun, saat ditanya syarat administrasi apa yang belum dipenuhi oleh panitia penyelenggara, Rikwanto tak dapat menjawab. Ia mengaku belum menerima informasi lebih detail terkait hal itu. "Dihentikan karena ada beberapa syarat administratif yang belum dipenuhi," kata Rikwanto di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, (7/12).
Rikwanto pun menceritakan kronologi kejadian yang terjadi di Gedung Sabuga, kemarin malam. Menurutnya, panitia berencana menggelar ibadah kebaktian menjadi dua sesi pada siang dan malam hari. Rikwanto mengatakan, masalah muncul jelang ibadah kedua, sekitar pukul 19.00 WIB malam. Sebanyak 300 orang yang menyebut diri berasal dari organisasi masyarakat Pembela Ahlus Sunnah (PAS) dan Dewan Dakwah Indonesia (DDI) memprotes kegiatan yang berlangsung di Gedung Sabuga.
"Ibadah dilangsungkan dua kali. Ibadah pertama berlangsung lancar dan damai, tidak ada inisiden apa pun. Kemudian yang kedua, di situ masalah mulai muncul," ujar Rikwanto. Meski demikian, menurut Rikwanto, pihak kepolisian dari Polres Kota Besar Bandung berhasil memediasi massa dari ormas dan panitia penyelenggara ibadah KKR Natal. Mediasi itu, kata Rikwanto, menghasilkan kesepakatan bahwa panitia penyelenggara ibadah KKR Natal harus melengkapi seluruh syarat administrasi lebih dulu.
MUI Jabar akan Klarifikasi Penghentian KKR di Sabuga | PT Equityworld
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, akan meminta keterangan dari ormas Pembela Ahlus Sunnah (PAS) dan Dewan Dakwah Islam (DDI) terkait penghentian aktivitas KKR di Sasana Budaya Ganesha ITB, Kota Bandung, Selasa malam (6/12). Hal ini dilakukan, untuk memastikan apakah massa yang menghentikan kegiatan itu benar-benar dari ormas tersebut atau bukan.
Rachmat mengatakan, pihaknya akan mengklarifikasi kejadian tersebut agar tidak berdampak lebih luas lagi. Saat ini, Ia mengaku belum mengetahui pasti persoalan yang terjadi pada petang hari itu."Saya baru mendengar, belum memverifikasi langsung," kata Rachmat.
Namun, kata dia, sangat menyayangkan hal itu karena bisa mencoreng kondusivitas umat beragama. Seharusnya, hal itu tidak boleh terjadi jika semua pihak menjalin komunikasi yang baik. "Apa pun, bukan dengan cara seperti itu. Tindakan yang biasa saja, bukan dengan jalan seperti itu," katanya.
Sementara menurut Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, Ia menyayangkan adanya pelarangan kegiatan tersebut. Menurutnya, aktivitas keagamaan dijamin dalam UUD 1945. Emil menilai, persoalan ini muncul karena adanya dinamika dalam koordinasi diantara pihak terkait. Ia menyebut, penggunaan Sabuga untuk kegiatan keagamaan tidak masalah.
Terlebih, kata dia, rekomendasi kegiatan ini dikeluarkan Kemenag Provinsi Jabar. Oleh karena itu, Pemkot Bandung dan KKR akan mengupayakan waktu dan tempat pengganti agar tidak umat yang terkendala dalam melaksanakan kegiatan ibadah. "Pemkot Bandung memohon maaf atas ketidaknyamanan dan semoga di masa depan koordinasi kegiatan ini bisa dilakukan dengan lebih baik oleh semua pihak," kata Emil dalam akun resmi instagram-nya.
Menurut Ketua MUI Provinsi Jabar Rachmat Safei, seharusnya semua pihak lain lebih mengedepankan toleransi dalam menyikapi Surat Keputusan Bersama (SKB). "Tapi toleransi antar umat beragama pun harus berdasarkan aturan yang ada, bukan untuk yang melanggar aturan," ujar Rachmat kepada wartawan, Rabu (7/12).
Rachmat pun meminta semua pihak tidak tergesa-gesa dalam menilai persoalan tersebut. Yakni, melihat betulkah ada yang bertentangan. "Seharusnya ada upaya untuk menjelaskan semuanya dulu, jangan tergesa-gesa menilai ada yang bertentangan," katanya.
Anggota DPR: Ajaran Toleransi Harus Disebarkan | PT Equityworld
Anggota DPR RI menyesalkan adanya pelarangan aktivitas keagamaan KKR di Sabuga ITB Bandung, Selasa 6 Desember 2016. Pemuka agama harus menyebarkan ajaran toleransi kepada umatnya.
"Saya mengimbau kepada mereka untuk tidak menciptakan provokasi lisan maupun tindakan provokatif lainnya yang bisa menimbulkan bibit-bibit perpecahan dan konflik sesama umat beragama," tuturnya. Anggota Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengatakan, pemerintah daerah, aparat keamanan dan pemuka agama yang ada dalam Forum Kerukunan Umat Beragama harus intens bertemu untuk membahas kerukunan secara mendalam. Hasilnya harus dilanjutkan dengan aksi nyata berupa pembiasaan praktek kerukunan di lapangan.
"Para pemuka agama harus menjadikan ajaran toleransi sebagai bagian penting dalam edukasi dakwah mereka kepada umatnya masing-masing," ujarnya. Menurutnya, melaksanakan ajaran agama adalah hak asasi yang paling dasar setiap manusia. Tidak ada yang berhak mencegahnya, baik negara atau anggota masyarakat lain. "Itu adalah ajaran islam dan saya kira ajaran semua agama," ujarnya.
Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam menyesalkan tindakan kelompok yang melarang aktifitas keagamaan KKR di Sabuga ITB Bandung, Selasa, 6 Desember 2016 kemarin. Setiap pihak hendaknya tidak bertindak provokatif yang bisa menciptakan konflik.
"Sesama warga negara janganlah melakukan pengadilan hukum jalanan sendiri-sendiri terhadap yang lain," katanya, Rabu, 7 Desember 2016. Dia meminta pihak kepolisian menyelidiki, mengusut dan menindak gerombolan yang telah membubarkan acara KKR. Pasalnya, gerombolan itu dinilainya telah membikin rasa takut dan tidak aman bagi sesama warga negara.