Produksi ayam ras nasional mengalami surplus | PT Equityworld Futures Pusat
PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI) Food Division mendukung pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekspor negara. Ekspor produk ayam olahan dari Indonesia dihentikan oleh negara penerima sejak terjadinya wabah flu burung di Indonesia.
Sempat vakum, industri daging ayam olahan ini mulai lakukan ekspor. Bersama dengan pemerintah, tahun ini PT. Charoen Pokphand Indonesia siap berekspansi.
Wabah flu burung (avian influenza) yang terjadi pada tahun 2003 di tanah air, sempat menghentikan produksi ekspor produk olahan daging ayam ke luar negeri. Akan tetapi saat ini, produksi ayam ras nasional mengalami surplus dengan jumlah konsumsi 10 Kg per tahun.
Walaupun untuk tahap pertama volume eskpor hanya satu kontainer saja, akan tetapi CPI menargetkan ekspor ini menjadi langkah awal yang sangat baik untuk berkembangnya peluang ekspor produk olahan unggas ke sejumlah negara lain.
"Setelah hampir 14 tahun, akhirnya kami bisa melakukan ekspor pertama kali ke Papua Nugini. Kami saat ini masih menindak lanjuti untuk berekspansi ke beberapa negara seperti Jepang, Timur Tengah dan negara lainnya," tutur Hadi Gunawan Tjoe, Presiden Komisaris PT. Charoen Pokphand Indonesia di Cikande, Banten (13/03).
Akhirnya di tahun ini, ekspor produk olahan daging ayam sebanyak 5.999,25 kilogram dalam 1.000 karton milik PT Chaoren Pokphand Indonesia resmi di eskpor ke negara Papua Nugini.
Badan Karantina Pertanian, selaku penjamin kesehatan serta kemanan produk makanan juga telah melakukan berbagai pemeriksaan fisik dan juga tindakan karantina lainnya sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh negara tujuan.
Berdasarkan data Statistik Peternakan tahun 2016, populasi ayam ras pedaging mencapai 1,59 miliar ekor, ayam petelur mencapai sekitar 162 juta ekor dan bukan ayam ras mencapai 299 juta ekor.
Ada 19 jenis produk ayam olahan yang diekspor. "Produk ini dipesan oleh salah satu supermarket di Papua Nugini. Hal ini diharapkan bisa memotong rantai distribusi dan produk langsung sampai kepada konsumen," pungkas Hadi di Kawasan Industri Cikande, Serang, Banten.
"Untuk mendapatkan persetujuan calon pengimpor, ayam hidup harus berasal dari perternakan ayam yang telah menerapkan prinsip-prinsip kesehatan hewan dan telah mendapatkan sertifikat kompartemen bebas avian influenza dari direktoran jenderal kesehatan hewan. Ayam juga harus mendapatkan dukungan jaminan keamanan pangan berupa Sertifikat Veteriner dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan," ujar Mat Syukur.
Dengan kata lain, Indonesia sebenarnya sudah mampu menyediakan produksi ayam ras berapapun jumlah yang diminta oleh pasar. "Peningkatan populasi ayam ras harus diseimbangkan dengan seberapa besar permintaan pasar, untuk mengindari penurunan harga akibat over supply daging ayam dan produk turunannya," jelas Mat Syukur Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Inovasi dan Teknologi.
Dari tinjauan data ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan sebesar 4,2 persen dari jumlah populasi ayam di tahun 2015. Produksi daging unggas ini menyumbang sekitar 83 persen, sedangkan produk daging ayam ras menyumbang 66 persen dari penyediaan daging ayam nasional.
14 Tahun Vakum Ekspor, Charoen Pokphand Kirim Produk Olahan ke Papua Nugini | PT Equityworld Futures Pusat
Ada 19 jenis produk olahan yang diekspor ke negara Papua Nugini dan langsung dikirim hari ini, berbarengan dengan pelepasan truk kontainer ekspedisi ekspor, Selasa (13/2/2017).
Truk kontainer tersebut langsung dilepas oleh Presiden Komisaris PT. CPI, Hadi Gunawan.
Setelah 14 tahun vakum ekspor, PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI) kembali memasarkan produk olahannya ke luar negeri.
"Ini seperti lilin kecil, dan siapa tahu kedepannya bisa mengembangkan semangat kami untuk bisa mengekspor ke negara-negara lain. Dan melalui kegiatan ini kami ingin berbuat sesuatu untuk negeri," katanya saat pelepasan truk kontainer ekspedisi ekspor.
Sebanyak sekitar 6 ton produk olahan yang diekspor, dan nantinya produk olahan PT. CPI ini bisa didapatkan di beberapa supermarket di sana.
Lanjutnya, sejak tahun 2003, PT. CPI tak bisa melakukan ekspor produk olahannya karena merebaknya virus flu burung yang terjadi di Indonesia.
Alasan mengapa Papua Nugini dipilih sebagai negara tujuan ekspor karena di sana memiliki potensi pasar yang cukup baik, ditambah populasi manusianya yang baru 7 juta.
Is mengatakan, ketersediaan ayam pedaging di Indonesia selalu surplus, sehingga bisa memenuhi berapapun jumlah permintaan pasar.
"Potensi kita sangat besar. Karena itu, salah satu caranya adalah mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor ke luar negeri. Tak hanya dijual dalam keadaan segar, tapi juga diolah seperti produk yang diekspor PT CPI ini," ujarnya.
Dalam pelepasan itu, hadir pula Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Indonesia, Mat Syukur.
"ini benar-benar murni bisnis, dan dengan dibantu pemerintah kita bisa lakukan ekspor perdana hari ini. Kami berharap suatu saat negara selanjutnya adalah Jepang dan Arab Saudi, karena banyak orang Indonesia yang melakukan ibadha umrah dan haji ke sana," ungkapnya.