Teliti Sebelum Membeli | PT Equityworld Futures
Beredar kabar melalui pesan instan (instant messenger). Berikut isi pesan tersebut.
*TELITI SEBELUM MEMBELI*
Teman-teman, sekarang sudah berlaku peraturan baru.
Kalau mau jual rumah, tanah, Ruko dsb (dan sebagainya) haruslah asset tersebut tercatat dalam SPT Pemilik atau telah dilaporkan dalam Tax Amnesty.
Kalau harta tsb (tersebut) tidak tercantum dalam SPT or Tax Amnesty maka *Pajak PPh & BPHTB tidak bisa di Validasi,* berarti Transaksi jual-beli tidak bisa dilakukan alias Batal.
Harap hati-hati kalau akan bayar Down Payment, pastikan bahwa asset tsb (tersebut) tercantum dlm (dalam) SPT or Tax Amnesty.
Harus secara tegas tanyakan dahulu pada Pemiliknya agar tidak terjadi kisruh dikemudian hari.
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan memastikan, informasi mengenai 'teliti sebelum membeli' tentang keabsahan pembelian properti merupakan informasi yang tidak benar alias hoax.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (7/4/2017).
"Iya, itu memang hoax," kata Hestu.
Menurut Hestu, Ditjen Pajak tidak pernah menerbitkan aturan atau persyaratan mengenai jual beli properti harus dicantumkan pada SPT, jika tidak maka proses jual beli tersebut batal.
DJP Klarifikasi Isu Validasi Harta Terkait Jual Beli Properti | PT Equityworld Futures
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menegaskan jika isi pesan berantai tersebut tidak benar.
"Sehubungan dengan beredarnya informasi melalui layanan pesan instan (instant messenger) yang menyatakan bahwa jual beli properti seperti rumah, toko, atau tanah harus melalui validasi pajak apakah aset tersebut tercantum pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan atau pada Surat Pernyataan Harta dalam program Amnesti Pajak, maka bersama ini Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan klarifikasi," jelas dia dalam keterangannya, Jumat (7/4/2017).
Klarifikasi pertama, dia menyatakan jika orang pribadi atau badan yang mendapatkan penghasilan dari penjualan properti memiliki kewajiban untuk menyetorkan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016.
Kedua, pejabat yang berwenang, seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau pejabat lelang, hanya dapat menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak apabila kewajiban pembayaran pajak penghasilan sehubungan dengan pengalihan harta tersebut telah dilunasi dan divalidasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Ketiga, Hestu Yoga memastikan, hingga saat ini tidak terdapat persyaratan atau ketentuan bahwa tanah dan atau bangunan tersebut harus sudah dilaporkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan atau telah diungkapkan dalam program Amnesti Pajak.
"Informasi yang beredar melalui instant messenger dimaksud di atas adalah tidak benar," jelas dia.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah isi pesan berantai yang beredar di masyarakat terkait peraturan pajak baru dalam proses jual beli properti.
Dalam pesan berantai yang beredar menyebutkan, jika pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru. Isinya jika kepemilikan rumah, tanah, ruko harus tercatat dalam surat pajak tahunan (SPT) pajak dan telah dilaporkan dalam program pengampunan pajak (tax amnesty).
Selanjutnya bila harta tersebut tak tercantum maka tak akan bisa divalidasi terkait Pajak PPh & BPHTB saat transaksi jual beli properti. Sehingga berdampak ke pembatalan transaksi jual beli.