Menteri Keuangan Sri Mulyani segera membentuk dan mengumumkan tim reformasi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Sri mengatakan, tim itu akan mereformasi dan memperbaiki tata kelola Ditjen Pajak. Reformasi diperlukan guna menghindarkan Ditjen Pajak dari praktik korupsi.
Pembentukan tim reformasi ini sebagai reaksi Kemenkeu terkait penangkapan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Handang tersangkut kasus suap.
"Ada lima langkah strategis, yang akan dilakukan tim reformasi dalam memperbaiki tata kelola Ditjen Pajak" ujar Sri usai konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Salah satu langkah tersebut, kata Sri, yakni melakukan pembenahan terhadap sumber daya manusia (SDM). Sri menuturkan, pembenahan itu penting dilakukan mengingat SDM Ditjen Pajak harus memiliki integritas.
Dalam OTT, KPK mengamankan uang sejumlah USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar. Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang. Baik Rajamohannan maupun Handang kini berstatus tersangka.
Sebagai penyuap, Rajamohanan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang yang disuap dijerat Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Langkah reformasi kedua, lanjut Sri, akan dilakukan peningkatan sistem informasi dan basis data perpajakan. Peningkatan tersebut dilakukan untuk membantu Ditjen Pajak mengidentifikasi kewajiban wajib pajak secara obyektif. "Ini membantu kami mengurangi interaksi dari aparat pajak secara tidak perlu yang kemudian bisa menimbulkan transaksi seperti yang terjadi pada OTT ini," ucap Sri.
Reformasi selanjutnya dilakukan melalui perbaikan bisnis proses dalam Ditjen Pajak. Menurut Sri, perbaikan bisnis proses secara transparan dapat meningkatkan kualitas Ditjen Pajak. "Sehingga wajib pajak juga punya kepastian dan aparat pajak juga punya disiplin bahwa mereka tidak menganggap wajib pajak yang punya sengketa pajak adalah lahan yang bisa digarap secara pribadi," kata Sri.
Langkah selanjutnya, tambah Sri, memperbaiki struktur kelembagaan Ditjen Pajak. Pengkajian ulang struktur tersebut rencananya dilakukan mulai dari Kantor Pajak Pratama, Kantor Wilayah, hingga Kantor Pusat. Selain itu, reformasi juga akan dilakukan melalui perbaikan Undang-undang (UU) mengenai perpajakan.
"Termasuk UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sedang dalam proses pembahasan dengan dewan," tutur Sri. Sri mengaku mereformasi Ditjen Pajak bukan perkara mudah. Untuk itu, pembentukan tim reformasi Ditjen Pajak akan melibatkan berbagai pihak dari internal maupun eksternal.
KPK jadi salah satu lembaga yang dilibatkan dalam tim reformasi tersebut. "Ada dari internal. Saya ingin dari luar juga untuk melakukan konsultasi. KPK nanti akan kita libatkan," ucap Sri. Dengan pembentukan tim reformasi, Sri berharap dapat menjadi komitmen Kemenkeu mengembalikan kepercayaan publik terkait sektor perpajakan.
"Kasus seperti OTT ini dan kasus Gayus terus mengecewakan kita tapi kami tidak akan menyerah perbaiki institusi," ujar Sri. Sebelumnya diberitakan, KPK menangkap tangan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin (21/11/2016) malam.
Handang ditangkap bersama Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair ketika melakukan transaksi suap di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta. Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Sri Mulyani siapkan lima hal strategis reformasi DJP Kementerian Keuangan | Equity World
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyiapkan lima hal strategis dalam rangka pembentukan tim reformasi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, perempuan ahli ekonomi ini mengatakan, pertama, masalah SDM dan integritas produk, yaitu pembersihan aspek korupsi yang lebih pada kemampuan, kompeten, dan profesionalisme.
"Kedua masalah informasi sistem dan basis data. Ini membantu kami mengidentifikasikan kewajiban dari wajib pajak secara objektif dan mengurangi interaksi aparat pajak secara tidak perlu yang kemudian bisa menimbulkan transaksi seperti terjadi pada OTT aparat pajak oleh KPK," tuturnya.
Selain mereka juga ditangkap tiga orang staf RRN, masing-masing di Tangerang Selatan, Jakarta, dan Surabaya serta satu orang supir dan ajudan HS. Pada pukul 20.00 WIB Senin (21/11), terjadi penyerahan uang dari RRN ke HS di kediaman RRN di Springhill Residences, Kemayoran.
"Seusai penyerahan, penyidik mengamankan HS beserta supir dan ajudan pada pukul 20.30 WIB saat keluar dari kediaman RRN. Dari lokasi diamankan uang sejumlah 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar," kata Raharjo.
Setelah itu, penyidik menuju rumah RRN untuk menangkap dia. "Dua staf RRN diamankan di rumah masing-masing, yaitu di daerah Pamulang, Tangerang Selatan dan Pulomas, Jakarta Timur. Selain itu penyidik juga mengamankan staf lain di Surabaya," tuturnya. Raharjo menyatakan, uang itu diduga terkait sejumlah permasalahan pajak PT EKP, antara lain Surat Tagihan Pajak sebesar Rp78 miliar.
Ketiga, perbaikan cara dan proses internal dalam Direktorat Pajak Kementerian Keuangan. Keempat, perbaikan dari sisi struktur kelembagaan termasuk berbagai struktur organisasi Direktorat Pajak Kementerian Keuangan, juga hubungannya dengan kantor wilayah dan berbagai kantor pelayanan.
"Selama ini, staf khusus baik madya dan pratama masing-masing miliki tingkat kerawanan berbeda. Oleh karena itu, perlu dikaji ulang struktur kelembagaan itu," ujarnya. Terakhir, memperbaharui RUU atau UU perpajakan, termasuk UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, dan UU Pajak Pertambahan Nilai.
"Yang sedang dalam proses pembahasan dengan DPR adalah UU KUP, yang dua lagi UU PPh dan UU PPN sedang proses untuk perbaikan di dalam naskah UU amandemennya," Mulyani. Sebelumnya, Ketua KPK, Agus Rahardjo, menyampaikan kronologi penangkapan langsung terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Senin malam (21/11).
"KPK menggelar OTT terhadap dua orang pada Senin, di daerah Kemayoran, Jakarta. Kedua orang itu R Rajamohanan Nair, direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia dan Handang Soekarno, kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Pajak Kementerian Keuangan," kata Raharjo.
Ini Kronologi Tangkap Tangan KPK Terhadap Pejabat Ditjen Pajak | Equity World
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Direktur Utama PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.
Keduanya lantas dibawa ke Gedung KPK untuk dilakukan pemeriksaan. "KPK juga mengamankan dua staf RRN (Rajamohanan) di kediaman masing-masing di daerah Pamulang dan Pulomas. Selain itu, penyidik juga mengamankan staf lainnya di Surabaya," ujar Agus.
Ia mengatakan, setelah dibawa ke Gedung KPK, Handang dan Rajamohanan menjalani pemeriksaan selama 1x24 jam. Penyidik lalu melakukan gelar perkara bersama Pimpinan KPK untuk memutuskan status kasus Handang dan Rajamohanan.
"Kami memutuskan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang sebagai tersangka," kata Agus.
Rajamohannan ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dengan sangkaan melanggar Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11/2016), Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan kronologi penangkapan keduanya di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta, Senin (21/11/2016) malam.
Agus mengatakan, sekitar pukul 20.00 WIB, Handang menyambangi kediaman Rajamohanan di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta. Kedatangannya untuk melakukan transaksi suap tahap pertama.
Transaksi tersebut sebesar Rp 1,9 miliar dari total Rp 6 miliar yang telah disepakati keduanya. Setelah 30 menit transaksi dilakukan, Handang keluar dari kediaman Rajamohanan. Saat itu, penyidik KPK langsung mengamankan Handang beserta supir dan ajudannya.
"Dari lokasi diamankan uang sejumlah 148.500 dollar AS atau setara Rp 1,9 miliar," ujar Agus. Setelah mengamankan Handang, penyidik langsung mengamankan Rajamohanan di kediamannya.