Posted by PT. Equityworld Futures on Rabu, 14 Desember 2016
Cucuran air mata Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat membacakan nota keberatan di sidang perdana kasus penistaan agama yang digelar Selasa (13/12) menjadi perhatian jagat Indonesia. Bagi mereka yang pro-Ahok, tangisan idolanya adalah luapan perasaan terzalimi karena dia sama sekali tidak bermaksud menista Kitab Suci agama Islam, yang dipeluk oleh para pendukung dan bahkan oleh orang tua angkat dan saudara angkat yang sangat ia sayangi dan menyayangi dirinya.
Akan tetapi, bagi lawan, tangisan Ahok dianggap sebagai aksi teatrikal laiknya laku seorang aktor dalam melodrama. Bahkan, sebagian orang menilai tangis bombai Ahok menunjukkan mentalnya yang lemah: ke atas meminta simpati dan ke bawah menginjak. Sikap Ahok yang dikatakan cengeng itu dinilai bertolak belakang dengan perilaku Ahok saat menjabat gubernur yang kasar kepada bawahan.
Tangisan Ahok, oleh lawan, dianggap tak ubahnya para koruptor yang menangis saat diganjar belasan tahun oleh pengadil. Jadi, bagi kelompok ini, rengekan gubernur Jakarta itu tak perlu dianggap serius dan bahkan dijadikan bahan bakar serangan.
Keberhasilan memberhalakan Ahok tidak luput dari massifnya gempuran budaya populer lewat media sosial. Pembingkaian Ahok—dari pendukung dan lawan—sudah berhasil membentuk realitas baku dalam benak masing-masing orang. Plot natural tentang Ahok sudah lenyap, digantikan oleh alur yang dikendalikan, yang seolah hendak dipaksakan untuk diterima.
Jika tidak percaya, berhentilah mengikuti kasusnya di media dan biarkan hati nurani Anda bicara. Anda akan menemukan titik di mana Anda harus mengapresiasi Ahok dan di titik lain Anda perlu mengkritisinya, sebagaimana Anda melihat politisi lain yang kadang sangat baik dan terkadang menjengkelkan, sama seperti orang kebanyakan. Akan tetapi, faktanya, Ahok sudah menjadi berhala. Bagi yang kontra, berhala harus dimusnahkan karena dianggap menodai keimanan; bagi pemuja, Ahok harus dibela dengan segala cara dan rupa.
Bagi orang yang berada di posisi netral, tangisan Ahok cukup mengejutkan. Pasalnya, bekas bupati Belitung Timur selalu tampak garang dan sepertinya tidak akan takut apa pun, bahkan kepada malaikat maut sekalipun—seperti yang Ahok beberapa kali ucapkan bahwa dia tidak takut mati dalam memegang prinsip.
Bagi pria secara umum, menangis memang sesuatu yang istimewa karena mereka sejak kecil dicekoki ajaran jika lelaki haram cengeng dan mudah menangis. Hal ini sering justru menjadi beban—termasuk mengekspresikan kebahagiaan. Jika telanjur menangis seperti kasus Ahok, orang pun dibuat heboh.
Berhalanisasi Ahok
Seumpama Ahok tenang atau bersikap seperti biasa dengan gaya bicara meledak-ledak, penentangnya tetap akan menyerang. Bahkan, serangannya bisa merembet ke pihak lain. Orang-orang ini akan menyebut Ahok tenang karena sudah diamankan oleh Presiden Jokowi dan polisi, seperti yang sudah mengemuka sebelum demo kolosal 411 dan 212 digalang.
Posisi Ahok sudah telanjur sulit. Opini dan persepsi yang dibangun secara kontinu selama ini sudah menjadi kutub idiologi: yang mendukung yakin Ahok selalu benar, sedangkan yang lain memposisikan Ahok selalu salah.
Ahok benar-benar sudah menjadi idola, dalam makna yang paling primordial, yakni ‘berhala’. Bagi pendukung, Ahok sudah menjadi ikon pemimpin adil, tegas dan pembela rakyat kecil sehingga apa pun kondisinya harus dibela. Sementara itu, di pihak lain, Ahok dijadikan simbol desakralitas agama dan demoralisasi sehingga harus dilawan.
Bagi Ahok, posisi ini justru mempersulit dirinya. Masalahnya bukan nangis atau tidak, tapi eksistensi dia sendiri sudah dianggap sebagai masalah. Jadi, selama proses berlangsung sampai persidangan selesai, apa pun keputusan hakim pasti menjadi masalah. Hal ini akan terus berlangsung jika mitologisasi tentang Ahok terus dibangun, baik oleh pendukung maupun lawan.
Tangisan Ahok Malah Jadi Perhatian Warga Jepang | Equityworld Futures
Tangisan Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) dalam sidang perdana kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016) kemarin menjadi perhatian sejumlah warga Jepang.
Koran Asahi Rabu (14/12/2016) hari ini menuliskan gara-gara kasusAhok, Islam garis keras di Indonesia semakin kuat.
Asahi juga menuliskan komentar Ahok, "Saya sama sekali tidak ada niat apa pun untuk menistakan Islam. Saya punya banyak sekali sahabat Islam, tidak masuk akal kalau saya sampai menistakan Islam." Kalangan garis keras Islam semakin kuat muncul ke masyarakat akhir-akhir ini gara-gara kasus Ahok tersebut, demikian Asahi menulis.
"Kasihan ya Ahok sampai menangis di pengadilan. Dia tampaknya orang yang baik dan bisa memajukan Jakarta dengan baik. Kita bisa lihat dari hasil yang diperoleh saat ini. Dulu banyak banjir parah kini belum lama saya ke Jakarta sedikit tempat yang banjir, hampir tak terlihat lagi," kata Akiko Matsuyama, seorang ibu rumah tangga di Tokyo khusus kepada Tribunnews.com, Rabu (14/12/2016).
"Sayang sekali kalau orang baik semacam itu sampai gagal menjadi gubernur nantinya," kata dia.
Beberapa warga Jepang lain juga mengomentari serupa, terutama orang yang bersih dan mau kerja keras seperti Ahok sangat dibutuhkan Jakarta bagi pembangunan yang lebih bersih lagi di masa depan.
"Karena Jakarta adalah pusat perhatian daerah lain dan bahkan pusat perhatian dunia. Kalau Jakarta maju baik dan sukses, bersih dari korupsi, saya yakin Indonesia akan hebat sekali. Itu mungkin bisa diberikan kepada Ahok sebagai gubernurnya. Kasihan sampai dia menangis kemarin," ungkap Ryuji Kuramoto, warga Setagayaku Tokyo. Sementara koran Asahi hari ini menuliskan sidang Ahok kemarin yang penuh tangis dan disaksikan banyak pengunjung. Komentar seorang Islam garis keras dituliskan Asahi, "Saya tak peduli dia masuk neraka, saya nggak akan pilih dia," kata seorang warga Indonesia yang dimintai komentarnya.
Tangisan Ahok di Persidangan Ternyata Jadi Sorotan Dunia | Equityworld Futures
Aksi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menangis di sidang perdana kasus dugaan penistaan agama, Selasa, 13 Desember di Pengadilan Negeri Jakarta Utara tidak hanya menjadi perhatian masyarakat Indonesia, tapi juga menjadi sorotan dunia. Ahok menangis saat menceritakan orangtua angkatnya dalam pembacaan nota pembelaan, karena hari persidangan bertepatan dengan hari peringatan kematian orangtua angkatnya.
"There were emotional scenes in court on the first day of the blasphemy trial of Jakarta's governor, a Christian of Chinese descent. Basuki Tjahaja Purnama, known as Ahok, cried as he denied allegations he insulted Islam," tulis Kathmandu Post terkait sidang Ahok.
Media asal Timur Tengah, Aljazeera menurunkan artikel "Jakarta governor Ahok stands trial for blasphemy" menyebutkan bahwa dalam sidang, Ahok membantah tuduhan yang diarahkan kepadanya. Aljazeera juga mengangkat adanya protes pada Selasa, 13 Desember saat sidang dan berada dalam penjagaan polisi.
Pewarta asing yang menghadiri sidang tersebut kemudian ramai memberitakan suasana sidang, termasuk air mata Ahok. Media Inggris BBC dalam artikel bertajuk Indonesia "blasphemy case: Emotional scenes as Ahok trial begins" menyebut ada adegan emosional di persidangan perdana Ahok yang notabene seorang umat Kristiani keturunan Tiongkok.
Sementara itu, media Amerika CNN melalui tulisan "Jakarta governor Ahok cries on first day of landmark blasphemy trial" mengangkat momen emosional dalam persidangan tersebut. Tangisan pada sidang pertama Ahok juga diangkat oleh Daily Mail melalui artikel "Governor of Indonesia capital sobs as blasphemy trial begin".