Posted by PT. Equityworld Futures on Senin, 12 Desember 2016
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) didakwa melakukan penodaan agama karena penyebutan Surat Al-Maidah ayat 51 dalam sambutan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Ahok disebut sengaja menempatkan Surat Al-Maidah untuk kepentingan pilkada DKI.
"Bahwa, meskipun kunjungan tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan pilgub DKI Jakarta, akan tetapi oleh karena terdakwa terdaftar sebagai salah satu cagub, maka ketika terdakwa memberikan sambutan dengan sengaja memasukkan kalimat yang berkaitan dengan agenda pemilihan Gubernur DKI dengan mengaitkan Surat Al-Maidah ayat 51," ujar jaksa penuntut umum Ali Mukartono saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di eks gedung PN Jakpus, Jl Gajah Mada, Jakpus, Selasa (13/12/2016).
"Bahwa dengan perkataan terdakwa tersebut seolah-olah Surat Al-Maidah 51 telah dipergunakan oleh orang lain untuk membohongi atau membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, padahal terdakwa sendiri yang mendudukkan atau menempatkan Surat Al-Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi dalam proses pemilihan kepala daerah," tutur jaksa.
Kandungan Surat Al-Maidah ayat 51 sambung jaksa dalam dakwaaannya, tidak ada hubungannya dalam pemilihan kepala daerah. Hal ini didasarkan pada pengalaman Ahok saat mencalonkan diri sebagai Gubernur Bangka Belitung. "Saat itu terdakwa mendapatkan selebaran-selebaran yang pada pokoknya berisi larangan memilih pemimpin nonmuslim, yang antara lain mengacu pada Surat Al-Maidah ayat 51 yang diduga dilakukan lawan-lawan politik terdakwa," imbuh jaksa.
Perbuatan Ahok yang disebut jaksa menodai agama ini terjadi saat Ahok berkunjung ke tempat pelelangan ikan (TPI) Pulau Pramuka di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Saat itu Ahok datang dalam rangka panen ikan kerapu dengan didampingi sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta, Bupati Kepulauan Seribu, Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan, serta para nelayan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
"Pada saat terdakwa mengadakan kunjungan kerja tersebut, terdakwa telah tercatat sebagai salah satu calon Gubernur DKI Jakarta, yang pemilihannya akan dilaksanakan pada Februari 2017," imbuh jaksa. Dalam sambutan di depan warga, Ahok dianggap sengaja memasukkan kalimat terkait pemilihan gubernur. Saat itu Ahok sudah terdaftar sebagai cagub DKI. Berikut cuplikan pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu yang disebut jaksa menodai kitab suci Alquran:
"Ini kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilih pun, saya berhentinya Oktober 2017. Jadi, kalau program ini kita jalankan baik, saya yakin bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi nggak usah pikiran, 'Ah, nanti kalau nggak terpilih, pasti Ahok programnya bubar.' Enggak, saya sampai Oktober 2017.
Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak-ibu ya. Jadi kalau bapak-ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa.
Karena ini kan panggilan pribadi bapak-ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak-ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa milih Ahok, enggak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua ga terima ga enak dong, jadi utang budi, janganbapak ibu punya perasaan ga enak, nanti mati pelan- pelan loh kena stroke."
Anggap Dakwaan Tidak Jelas, Kuasa Hukum Ahok Minta Dakwaan Dibatalkan | Equity World
Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta majelis hakim membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) karena menganggap dakwaan tersebut tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap.
Setelah itu, kuasa hukum juga menunjukkan dakwaan jaksa yang dianggap tidak mendefinisikan korban yang dimaksud dalam kasus penodaan agama oleh Ahok. (Baca: Kuasa Hukum Ahok: Dakwaan Jaksa Prematur)
Tidak disebutkan umat islam atau kelompok mana yang dirugikan. Sebab, tidak ada penduduk Pulau Pramuka yang mendengarkan Ahok yang menjadi pelapor yang merasa dirugikan. "Dakwaan tidak menjelaskan secara tegas siapa dakwaan dalam alternatif, sehingga surat dakwaan penuntut umum secara hukum batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima," kata kuasa hukum.
Dalam argumentasinya, para kuasa hukum menyebut dakwaan jaksa tidak mencantumkan akibat perbuatan Ahok serta korban yang dimaksud secara jelas. Menurut kuasa hukum, Pasal 156a KUHP ayat (1) huruf a dan b utuh, tidak bisa dipisahkan huruf a yang mengatur pidananya, dan huruf b yang mengatur akibat dari huruf a.
"Surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum karena hanya mencantumkan perbuatan tanpa akibatnya dalam menerapkan pasal," kata kuasa hukum.
Kuasa hukum itu kemudian melanjutkan, dalam dakwaan harus diperhatikan seluruh unsur pasal tersebut karena beberapa unsur dalam suatu pasal harus terbukti. Namun, paparnya, jika tidak dicantumakan dalam dakwaan, maka menjadi tidak jelas apa yang sedang didakwakan dan bagaiamana terdakwa harus membela dirinya.
Interpretasi Surat Al-Maidah Ayat 51 Hanya Domain Umat Islam Bukan Ahok | Equity World
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah mengintepretasikan sendiri Al-Quran surat Al-Maidah Ayat 51. Padahal penerjemahan dan interpretasi itu menjadi domain bagi pemuluk agama islam.
Dia menjelaskan, perbuatan terdakwa yang telah menempatkan surat Al-Maidah ayat 51 sebagai sarana membodohi masyarakat dalam rangka pilgub DKI Jakarta dipandang penodaan terhadap Al-Quran sebagai kitab suci agama Islam.
Ini sejalan dengan pendapat dan sikap keagamaam MUI tanggal 11 Oktober yang menyatakan bahwa kandungan Al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan yahudi dan nasrani sebagai pemimpin adalah sebagai kebohongan hukum tentunya haram dan termasuk penodaan Al-Quran. "Pebuataan terdakwa Ahok sebagaimana yang diatur dan diancam pidana pasal 156a huruf a KUHP," tambahnya.
"Dimana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk agama islam baik pemahaman maupun penerapannya," ujar Ali Mukartono, salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan di ruang sidang bekas PN Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016). Dia menjelaskan, terdakwa telah menempatkan Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51 sebagai sarana untuk membohongi dan membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017.
Menurut dia, kandungan Al-Quran surat Al-Maidah ayat 51 tak ada hubungan dalam pemilihan kepala daerah. Pernyataan Ahok terkait dugaan penistaan surat Al-Maidah ayat 51 itu didasarkan pada pengalaman terdakwa saat mencalonkan diri sebagai gubernur Provinsi Bangka Belitung.
"Saat itu terdakwa mendapatkan selebaran yang berisi larangan memilih pemimpin non muslim dan mengacu pada surat Al-Maidah ayat 51. Yang diduga dilakukan oleh lawan politik dari terdakwa," ujarnya.