Posted by PT. Equityworld Futures on Rabu, 07 Desember 2016
Kompetensi pelajar Indonesia mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini didasarkan pada hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2015 yang dilakukan di 72 negara.
"Kompetensi membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia enam peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada 2012," bebernya.
Sedangkan, berdasar nilai median, capaian membaca siswa Indonesia meningkat dari 337 poin di tahun 2012 menjadi 350 poin di tahun 2015. Nilai matematika melonjak 17 poin dari 318 poin di tahun 2012, menjadi 335 poin di tahun 2015.
Lonjakan tertinggi terlihat pada capaian sains yang mengalami kenaikan dari 327 poin di tahun 2012 menjadi 359 poin di tahun 2015. "Peningkatan capaian median yang lebih tinggi dari median ini merupakan indikator yang baik dari sisi peningkatan akses dan pemerataan kualitas secara inklusif," jelas Totok.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Totok Suprayitno menyampaikan, meski capaian Indonesia tahun 2015 cukup memberikan optimisme, tapi masih rendah dibanding rerata Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
"Berdasar nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan," ujar Totok di kantornya, Selasa (6/12). Peningkatan terbesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin pada 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015.
Survei global: Singapura teratas, Indonesia di papan bawah | PT Equityworld
Singapura menempati urutan teratas dalam survei pendidikan di 72 negara yang dilakukan Program Penilaian Siswa Internasional (PISA), yang hasilnya diumumkan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Indonesia berada di papan bawah, di atas Brasil, Peru, Lebanon, Tunisia, Kosovo, Aljazair, dan Republik Dominika. Keterangan yang dikeluarkan OECD dan PISA hari Selasa (06/12) menyebutkan bahwa sejak ambil bagian dalam survei tahun 2000, Indonesia telah mengalami kemajuan 'yang sangat luar biasa'.
"Pada periode 2012-2015, hasil tes untuk sains di kalangan siswa usia 15 tahun naik 21 poin. Ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan perkembangan paling pesat." Jika laju ini dipertahankan, kemampuan siswa-siswa di Indonesia di bidang sains akan menyamai kemampuan siswa-siwa di negara-negara maju pada 2030.
Survei PISA yang sangat bergengsi ini menguji kemampuan siswa usia 15 tahun di bidang sains, matematika, dan membaca. Jumlah keseluruhan siswa yang mengikuti survei ini mencapai lebih dari setengah juta orang.
Secara rata-rata, satu dari empat siswa di Singapura mencatat skor tertinggi di bidang sains. Dari survei ini terlihat bahwa siswa-siswa Singapura memperoleh nilai tertinggi, disusul oleh siswa di Jepang, Estonia, Taiwan, Finlandia, Macao, Kanada, Vietnam, Hong Kong, Cina, dan Korea Selatan.
Negara-negara Eropa barat seperti Inggris, Jerman, Belanda, dan Swiss masing-masing berada di urutan 15, 16, 17, dan 18. Keberhasilan Singapura menempati peringkat teratas tak lepas dari tingginya standar pengajaran di negara tersebut, kata Sing Kong Lee, guru besar dan wakil presiden di Nanyang Technological University.
"Singapura banyak melakukan investasi untuk meningkatkan kualitas guru... ini untuk menaikkan prestise dan status sebagai guru," kata Profesor Lee. Dengan begitu para lulusan terbaik universitas tak malu untuk menjadi tenaga pengajar.
Semua guru di Singapura mendaparkan pendidikan dan pelatihan di Institut Nasional Pendidikan, yang dikelola oleh Nanyang Technological University. Ini untuk memastikan kualitas dan menjamin bahwa semua guru mendapatkan standar pendidikan yang sama sebelum menjadi tenaga pengajar.
Kurang Kritis, Siswa Indonesia Lebih Jago Menghafal | PT Equityworld
Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2015 di 72 negara baru saja keluar. Kali ini, Indonesia mengalami peningkatan capaian enam peringkat dari sebelumnya yang berada di posisi dua terbawah. Peningkatan signifikan dalam survei tiga tahunan itu terdapat dalam tes sains, yakni dari 382 poin pada 2012 menjadi 403 poin pada 2015. Berdasarkan analisis hasil capaian, diketahui bahwa rata-rata siswa belum menguasai soal bentuk penalaran.
Nizam menambahkan, meski capaian masih di bawah rata-rata OECD, namun peningkatan signifikan tersebut menunjukkan adanya optimistis terhadap pendidikan di Tanah Air. "Yang paling penting bagaimana kita melakukan tindak lanjut berdasarkan diagnosa hasil PISA. Salah satunya dengan meningkatkan daya perpikir kritis dan analitis siswa dalam menjawab soal," tandasnya.
"Pada soal geografi misalnya, saat ditanya soal hafalan hampir semunya bisa menjawab. Namun ketika diberi soal yang butuh daya nalar hanya sebagian kecil yang benar," papar Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Nizam, baru-baru ini.
Nizam mengakui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa Indonesia memang masih kurang. Inilah yang menurutnya perlu didorong di setiap sekolah sehingga anak dalam mencerna materi tak sekadar hafal, tetapi juga paham. "Sebaliknya kalau hafalan mereka jago," ucapnya. PISA sendiri merupakan sebuah evaluasi sistem pendidikan dalam bidang matematika, sains, dan membaca yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).