Posted by PT. Equityworld Futures on Senin, 12 Desember 2016
Sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan dilanjutkan Selasa (20/12).
Terdakwa Ahok, diduga melakukan penistaan agama saat melakukan kunjungan sebagai Gubernur DKI Jakarta ke Kepulauan Seribu dalam rangka panen ikan. Dalam dakwaannya, JPU menyebut Ahok sengaja mengutip Surat Al-Maidah ayat 51 dalam kapasitas sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta. Dengan tindakan tersebut, Ahok diduga melakukan penistaan agama dan menyebar kebencian.
"Persidangan hari ini kami tunda untuk acara tanggapan nota keberatan terdakwa dan penasehat hukum pada Selasa (20/12) pukul 09:00 WIB," kata Ketua Majelis Hakim Dwiyarso Budi Santiarto di Jakarta, Selasa (13/12).
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono meminta waktu satu minggu untuk menyusun tanggapan atas nota keberatan terdakwa dan penasehat hukum. Adapun agenda persidangan hari ini adalah pembacaan tujuh lembar dakwaan oleh JPU terhadap dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok. Persidangan diikuti oleh lima anggota majelis hakim, 13 JPU senior dan terdakwa Ahok yang didampingi 20 penasehat hukum.
Tolak dakwaan, Ahok mengaku cuma sasar penyalah-gunaan Al Maidah 51 | Equity World
Dalam sidang pertama, Ahok menyampaikan keberatan atas dakwaan penistaan agama, dan memapar berbagai hal yang menurutnya menunjukkan bahwa ia tak mungkin menghina ulama atau menista agama. Sebelumnya, jaksa membacakan dakwaan yang menyebut bahwa pidato Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Selasa, 27 September, sekitar pukul 08.30 pagi, mengatakan hal-hal yang bersifat permusuhan terhadap pemeluk agama, dan merupakan perbuatan yang bisa digolongkan pada penodaan agama, yang melanggar KUHP 156a.
"Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elit, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung dibalik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep "seiman" memilihnya."
Disebutkan, ada ayat sejenis juga di Kristen, yang bisa digunakan umat Kristen untuk menjegal calon non Kristen di wilayah yang mayoritas Kristen, yang membuat calon terbaik Islam ditolak di wilayah Kristen dan calon terbaik non Islam ditolak di wilayah Islam. Sehingga daerah-daerah itu tidak memperoleh pemimpin terbaik, akibat politisasi agama.
Di luar ruangan dan gedung pengadilan, ratusan penentang Ahok menggelar unjuk rasa dengan membentang spanduk-spanduk dan berbicara di mimbar-mimbar bebas yang penuh kutukan terhadap Ahok dan apa yang mereka sebut kekuatan-kekuatan pendukungnya. Dilaporkan wartawan BBC Indonesia Pijar Anugerah, sebagian orasi di mimbar-mimbar bebas itu penuh seruan tindakan kekerasan.
"Saya sangat sedih dituduh menghina Islam, agama orang tua dan kakak angkat saya yang sangat saya cintai," katanya. Adapun tim penasihat hukum menegaskan, dakwaan terhadap Ahok didasarkan apda trial by the mob, atau peradilan oleh tekanan masa.
Dan bahwa tekanan masa itu merupakan hasil dari politisasi para politikus yang berusaha menjegal Ahok di pemilihan gubernur Februari 2017 nanti. Majelis Hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang hingga Selasa (20/12) depan, dengan materi pembacaan tanggapan jaksa atas nota keberatan terdakwa.
Sidang yang dipimpin hakim Dwiarso Budi Santiarto, dibuka pukul 09.00, di bekas gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang mengumumkan bahwa sidang boleh diliput dengan siaran langsung televisi kecuali saat pembuktian perkara.
Dalam nota keberatannya, Ahok menyatakan, "apa yang saya utarakan di Kepulauan Seribu, bukan dimaksudkan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam dan menghina para Ulama." "Namun ucapan itu, saya maksudkan, untuk para oknum politisi, yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51, secara tidak benar karena tidak mau bersaing secara sehat dalam persaingan Pilkada," kata Ahok.
Dan setelah menjadi pejabat, menerapkan kebijakan untuk kesejahtreaan masyarakat Islam, seperti memberangkatkan para marbot, muazin dan penjaga Mmesjid ke Mekah untuk umrah atau naik haji, dan membangun banyak mesjid.
Namun ia mengakui, temperamennya dan nada bicaranya, bisa jadi gampang disalah-pahamkan. "Bisa jadi tutur bahasa saya, yang bisa memberikan persepsi, atau tafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang saya niatkan, atau dengan apa yang saya maksudkan pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu," lanjutnya.
Ia juga memapar berbagai yang menurutnya, membuktikan bahwa ia tak mungkin punya niat memusuhi, menghina atau menista Islam atau pemeluknya. Ia mengutip buku yang pernah ditulisnya berjudul "Berlindung di balik ayat suci" yang ditulis pada 2008. Bahwa dalam sejarah perjalanan politiknya, ada satu ayat yang selalu digunakan untuk mengganjalnya, yakni Suarat Al Maidah 51.
Ahok menyebut, ayah dan ibu angkatnya, adalah pemeluk Islam teguh. Masuk ke bagian ini, pembacaan eksepsi tersendat-sendat, karena Ahok menahan tangis. Ia sebutkan sejak muda di Belitung Timur, sebagai pribadi ia selalu terpanggil untuk membantu mensejahterakan masyarakat Islam -membantu membangun mesjid dan sebagainya.
Anggap Dakwaan Tidak Jelas, Kuasa Hukum Ahok Minta Dakwaan Dibatalkan | Equity World
Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta majelis hakim membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) karena menganggap dakwaan tersebut tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap.
Kuasa hukum itu kemudian melanjutkan, dalam dakwaan harus diperhatikan seluruh unsur pasal tersebut karena beberapa unsur dalam suatu pasal harus terbukti. Namun, paparnya, jika tidak dicantumakan dalam dakwaan, maka menjadi tidak jelas apa yang sedang didakwakan dan bagaiamana terdakwa harus membela dirinya.
Setelah itu, kuasa hukum juga menunjukkan dakwaan jaksa yang dianggap tidak mendefinisikan korban yang dimaksud dalam kasus penodaan agama oleh Ahok.
Tidak disebutkan umat islam atau kelompok mana yang dirugikan. Sebab, tidak ada penduduk Pulau Pramuka yang mendengarkan Ahok yang menjadi pelapor yang merasa dirugikan. "Dakwaan tidak menjelaskan secara tegas siapa dakwaan dalam alternatif, sehingga surat dakwaan penuntut umum secara hukum batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima," kata kuasa hukum.
Dalam argumentasinya, para kuasa hukum menyebut dakwaan jaksa tidak mencantumkan akibat perbuatan Ahok serta korban yang dimaksud secara jelas. Menurut kuasa hukum, Pasal 156a KUHP ayat (1) huruf a dan b utuh, tidak bisa dipisahkan huruf a yang mengatur pidananya, dan huruf b yang mengatur akibat dari huruf a.
"Surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum karena hanya mencantumkan perbuatan tanpa akibatnya dalam menerapkan pasal," kata kuasa hukum.